29 Januari 2017

MY JAPANESE GROUP FROM OKAYAMA UNIVERSITY JAPAN ON THEIR SEVENTH VISIT TO MALANG

Their Activities in Malang  ( 25 - 30 December 2016)

 1. Teaching Science at MIN 1 Malang

Prof Masakazu KITA from Okayama University and his doctoral student Miss Miyazaki teached 2 topics of science: Indigeneous science and Energy in Rubber.
 





2. Teaching Science at SMPN 26 Malang
Prof. Masakazu KITA from Okayama university and his doctoral student, Miss Miyoshi, teached 2 topics of science. Those are Heat and Stomata.
  



3. NEWSPAPERS OF OUR ACTIVITIES

Their activities were published by some local newspapers. The followings are the links:

http://suryamalang.tribunnews.com/2016/12/27/siswa-siswa-min-1-kota-malang-belajar-sains-bareng-profesor-dan-mahasiswa-dari-jepang 

http://malangvoice.com/liburan-siswa-min-1-malang-belajar-bareng-profesor-jepang/

https://malangtoday.net/malang-raya/pendidikan/siswa-min-malang-1-malang-belajar-bersama-profesor-jepang/

http://kabarjawatimur.com/?s=min+1+kota+malang

WASSALAM








28 September 2010

Lesson Study Sebagai Pendekatan Pengembangan Profesi Guru

Lesson study at Attached Junior HS of Okayama Uni. in 2009

Lesson study at Attached Primary School of Naruto Uni. in 2000


Lesson study merupakan pendekatan pengembangan profesi yang sudah digunakan secara meluas di Jepang dalam beberapa dasawarsa ini dan sering dihargai sebagai peningkatan pembelajaran yang kokoh bagi masyarakat Jepang ( Stigler and Hiebert 1999). Lesson study mendapatkan perhatian dunia tahun 1999 ketika para peneliti dari the Third International Math and Science Study (TIMSS) mengenalkan laporan penelitian etnografi yg ada saat itu tentang lesson study kepada masyarakat dunia yang lebih luas, dan meyakini lesson study sebagai sebuah cara untuk membangun landasan pengetahuan profesi mengajar dan meningkatkan belajar.

Lesson study terdiri dari beberapa tahapan proses dimana guru harus bekerja sama untuk: merumuskan tujuan belajar siswa dan perkembangan siswa jangka panjang; merencanakan secara kolaboratif pembelajaran yang akan dikaji; melaksanakan pembelajaran tersebut di kelas yang mana salah satu anggota tim/guru mengajar dan anggota tim/guru lainnya mengumpulkan bukti-bukti tentang siswa telah/belum belajar dan perkembangan siswa; merefleksikan dan mendiskusikan bukti-bukti yang telah dikumpulkan selama pembelajaran, menggunakan bukti itu untuk meningkatkan materi pelajaran, pokok bahasan dan proses pembelajaran pada umumnya; dan jika diinginkan, pelajaran yang telah dikaji tersebut dapat diajarkan, diamati dan ditingkatkan kembali dalam satu atu beberapa kelas tambahan/paralel.

..................................................................................................................(Lihat selanjutnya di Lewis, (2009))

Reference:

Lewis, Catherine. (2009). 'What is the nature of knowledge development in lesson study?', Educational. Action Research, 17 ( 1), 95 — 110

Stigler, J.W., and J. Hiebert. (1999). The teaching gap: Best ideas from the world’s teachers for improving education in the classroom. New York: Summit Books



16 September 2010

Mengapa Kimia Itu Sulit?


(Written in Okayama -Japan, 16 September 2010)

Tidak sedikit orang mengatakan bahwa kimia itu sulit. Sulit untuk dipelajari oleh siswa maupun diajarkan oleh guru kepada siswa. Mengapa demikian? Salah satu penyebab materi ini sulit adalah adanya sistem penggambaran konsep-konsep kimia yang disebut penggambaran segitiga (triangle levels of representations) yang mencakup gambaran makroskopis (macroscopic representation), mikroskopis (submicroscopic representation) dan simbolik (symbolic representation). Oleh karena itu, pemahaman konseptual dalam kimia mencakup kemampuan dalam menggambarkan dan menterjemahkan permasalahan kimia dengan menggunakan gambaran makroskopis, submikroskopis dan simbol-simbol (Johnstone, 1993; Gabel & Bunce, 1994). Sebagai ilustrasi:

  • Gambaran makroskopis, kimia mencakup berbagai fenomena yang dapat diamati dan fenomena ini mungkin sudah seringkali dilihat oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya es krim yang meleleh atau paku yang berkarat. Agar fenomena ini dapat dijelaskan dengan baik, ilmuwan kimia mengembangkan konsep dan model atom dan molekul.
  • Gambaran submikroskopis, sebuah paku yang sedang mengalami perkaratan merupakan proses kimia dimana atom-atom paku(besi) bereaksi dengan molekul oksigen di udara untuk membentuk molekul oksida besi (karat).
  • Gambaran simbolik, cara lain untuk menggambarkan proses perkaratan tersebut adalah dengan menggunakan persamaan kimia beserta simbol, rumus kimia dan angka-angka seperti 4Fe(s) + 3O2 (g) → 2Fe2O3(s).
Seperti yang digambarkan dalam contoh ini, ilmuwan kimia menggambarkan pengalaman panca indera kedalam bentuk gambaran atom dan molekul dan menterjemahkannya kedalam simbol dan rumus-rumus kimia. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam memahami peran ketiga tingkat penggambaran ini dan memindahkan dari satu level ke level yang lainnya merupakan aspek yang sangat penting untuk menghasilkan penjelasan kimia yang bisa dipahami (Treagust, Chittleborough, & Mamiala, 2003).


Nah inilah salah satu tantangan bagi siswa yang baru belajar kimia (novices) dan juga tantangan bagi guru (expert) dalam mengajarkan kimia agar kimia mudah dipahami oleh siswa...



Referensi:

Johnstone, A. H. (1993). The development of chemistry teaching: A changing response to changing demand. Journal of Chemical Education, 70, 701–704.


Gabel, D. L., & Bunce, D. M. (1994). Research on problem solving: Chemistry. In D. L. Gabel (Ed.), Handbook of research on science teaching and learning (pp. 301–325). New York: Macmillan.


Treagust, D. F., Chittleborough, G., & Mamiala, T. L. (2003). The role of submicroscopic and symbolic representations in chemical explanation. International Journal of Science Education, 25(11), 1353–1368.

05 November 2009

Teaching density of particles using an analogy of rice and beans


Teaching density of particles for Super Science JHS Students Japan

Teori belajar konstruktivistik menyarankan bahwa belajar merupakan sebuah proses yang berkelanjutan. Siswa menerima informasi dan membangun interpretasinya sendiri serta pemaknaan terhadap informasi itu didasarkan atas pengetahuan awal dan pengalamannya sendiri. Menurut teori ini, belajar menjadi efektif apabila siswa menghubungkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Analogi merupakan salah satu alat belajar utama yang digunakan oleh guru untuk memaknai hubungan tersebut. Oleh karena itu, penalaran analogis dapat dikatakan sebagai proses utama dalam kegiatan berfikir manusia.


Analogi adalah perbandingan antara dua hal yang berbeda yang menunjukkan kemiripan dalam satu atau lebih aspek-aspek yg dibandingkan. Analogi membantu siswa memahami konsep-konsep baru dengan menggunakan kemiripan yang dimiliki oleh konsep-konsep yang telah diketahuinya. Oleh karena itu, siswa akan lebih mudah memahami konsep baru jika mereka mengaitkannya dengan hal yang telah mereka ketahui. Sebagai contoh, jika kita ingin mengajarkan aspek mikroskopis(molekuler) dari kerapatan larutan 50% alkohol (etanol + air) maka guru dapat menggunakan analogi campuran beras dan kacang. Jika 50 g etanol (63,20 mL, d=0,791 g/mL) dicampur dengan 50 g air (50 mL, d= 1 g/mL) maka volume total dari campuran 50% etanol tersebut secara perhitungan adalah 113,20 mL. Namun secara eksperimen, volume 50% etanol adalah sekitar 109, 98 mL. Mengapa volume campuran 50% etanol tersebut berkurang dari yang seharusnya? Apa yang terjadi diantara molekul-molekul etanol dan air? Untuk menjelaskan ini maka siswa harus diajak berfikir secara mikroskopis. Namun, mampukan siswa SMP memikirkannya? Hal yang terlalu abstrak barangkali......

Nah untuk menjembatani ini, maka guru bisa menggunakan analagi kacang merah dan beras atau pasir dan kerikil untuk menggambarkan molekul-molekul air dan etanol. Jika 50 mL beras dicampur dengan 50 mL kacang merah maka volume total campuran kacang merah dan beras bukanlah 100 mL melainkan 82 mL. Mengapa volume campuran tersebut berkurang? Bagaimana cara memetakan kemiripan antara campuran 50% etanol dan campuran beras dan kacang merah? Ayo difikirkan bersama....

24 Agustus 2009

Teching science using the Learning Cycle Model

Learning cycle (daur belajar) merupakan model pembelajaran sains yang berbasis konstuktivistik. Model ini dikembangkan oleh J. Myron Atkin, Robert Karplus dan Kelompok SCIS (Science Curriculum Improvement Study), di Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat sejak tahun 1970-an (Trowbridge & Bybee, 1996). Hasil-hasil penelitian tentang penerapan learning cycle menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa tentang sains menjadi lebih baik, konsep diingat lebih lama, meningkatnya sikap positif terhadap sains dan pembelajaran sains, meningkatnya kemampuan bernalar dan ketrampilan proses menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran tradisional. Nampaknya siswa dapat menerapkan apa yang telah dipelajarinya bila mereka diberi kesempatan dan waktu untuk mengeksplorasi peristiwa/fenomena alam secara langsung (hands-on). Namun, siswa harus diberi kesempatan juga untuk berinteraksi dengan guru (yang lebih ahli dan berpengalaman daripada siswa) yang dapat menyediakan pembelajaran yang relevan serta umpan balik terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa.

Pada awalnya learning cycle dikembangkan kedalam 3 fase pembelajaran, yaitu fase Exploration, fase Invention, dan fase Discovery, yang kemudian istilahnya diganti menjadi Exploration, Concept Introduction dan Concept Application ( E-I-A). Walaupun istilah yang digunakan untuk ketiga fase ini berbeda, akan tetapi tujuan dan pedagoginya masih tetap sama. Model ini kemudian dikembangkan dan dirinci lagi menjadi lima fase, yang dikenal dengan sebutan 5E (Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration/Extention, Evaluation). Setiap fase dalam model ini memiliki fungsi khusus yang dimaksudkan untuk menyumbang proses belajar dikaitkan dengan asumsi tentang aktifitas mental dan fisik siswa serta strategi yang digunakan guru. Dewasa ini model learning cycle dikembangkan lagi menjadi tujuh fase yang dikenal dengan nama 7E (Excite, Explore, Explain, Expand, Extend, Exchange, dan Examine). Namun dalam kegiatan workshop JICA di Malang model yang telah dikembangkan dalam skenario pembelajaran adalah model learning cycle yang standar dan umum digunakan yaitu model E-I-A dan 5E.

Further readings can be seen in the following articles:

  1. Lauer, Thomas E. 2003. Conceptualizing A Learning Cycle Approach. The American Biology Teacher, 65(7), 518-522
  2. Marek, Edmund A., Askey, David M. & Abraham, Michael R. 2000. Student absences during learning cycle phases: a technological alternative for make-up work in laboratory based high school chemistry. International Journal of Science Educucation, 22( 10), 1055- 1068





16 Agustus 2009

Our guests from Chemistry Education- Muenster University Germany


Tanggal 31 Juli sampai 4 Agustus 2009, kita kedatangan 3 orang tamu dari Muenster University Jerman. Mereka adalah Prof. Hans-Dieter Barke, Prof. Gunther Harsh & Dr. Hilde Wirbs...yang merupakan pakar-pakar dalam bidang pendidikan kimia. Mereka membagi-bagikan ilmunya kepada kita semua di Jurusan Kimia FMIPA-UM tgl 2 & 3 Agustus 2009 tentang:
  1. Miskonsepsi siswa dalam pengajaran kimia, bagaimana mengidentifikasi dan menghilangkan miskonsepsi tersebut oleh Prof. Barke & Dr. Wirbs
  2. Pembelajaran kimia berbasis inkuiri oleh Prof. Harsh
Kegiatan ini dikemas dalam bentuk seminar nasional. Selama berada di Indonesia, kita mengantar mereka mengunjungi Borobudur, lokasi lumpur Lapindo Sidoarjo, Tanggul Angin dan mencicipi masakan Indonesia dari beberapa restoran di Malang dan Jogyakarta. Mereka sangat senang sekali.

By the way, Prof. Barke telah melakukan penelitian yang panjang dalam bidang pendidikan kimia dan hasil-hasil penelitian beliau telah dibukukan dalam buku dengan judul:

Misconceptions in Chemistry: Addressing Perceptions in Chemical Education (2008)
Oleh: Hans-Dieter Barke, Al Hazari & Sileshi Yitbarek
Penerbit: Springer

Buku ini membahas tentang pembelajaran konsep-konsep kimia dengan sangat mendalam dan berbagai miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA dan juga guru kimia dan ditawarkan juga dalam buku ini bagaimana mengobati penyakit miskonsepsi ini.